Rabu, 28 April 2010

prinsip pembuatan peta dan demografi

Prinsip membuat peta


skala
pemilihan
symbolisasi
penyamarataan

perbedaan antar[a] peta dan foto

peta di (dalam) gambar 3.1 pertunjukan [adalah] daerah yang sama yang (mana) kita lihat di udara memotret di (dalam) gambar 2.3. area menunjukkan pada [atas] peta lebih besar, peta adalah pada [atas] skala lebih kecil dan diorientasikan dengan cara yang berbeda dibanding angkasa foto, tetapi tidak ada kesukaran di (dalam) mengenali semua corak yang utama [itu]. perbedaan [yang] yang paling nyata adalah [bahwa/yang] foto menunjukkan daerah dalam berbagai keteduhan [dari;ttg] beruban/kelabu, [selagi/sedang] peta adalah hampir semua garis bekerja. edisi peta [yang] yang asli di (dalam) colorr dan tidak bisa direproduksi di sini

ada, bagaimanapun, tambahan lagi perbedaan penting. menonjolkan[lah seperti bangunan dan jalan ditekankan pada [atas] peta, [selagi/sedang] [record/ catatan] kamera secara tidak pandang bulu. pola teladan, [yang] sangat terkemuka sedang mengudara photo,are yang absen pada [atas] peta [itu]. pada sisi lain, batas negeri tidak nampak pada [atas] foto [itu]. rumah dan jalan nampak dalam berbagai dari pada [atas] photo,but [yang] mereka menunjukkan dengan lambang seragam [adalah] peta. bukit, hampir tak kelihatan pada [atas] foto, menonjol dengan terus terang pada [atas] peta melalui penggunaan garis datar/rata. kurva sungai dan bentuk pantai [yang] yang ruwet disederhanakan pada [atas] peta [itu]. kebanyakan corak dinomori pada [atas] peta, berlawanan dengan foto.


meneliti perbedaan antar[a] foto dan peta, kita boleh menyimpulkan beberapa prinsip pokok pembuatan peta.

1. peta diseret masuk suatu skala ditentukan masing-masing corak adalah pleced persisnya di (dalam) . yang propet arah dari titik lainnya pada suatu jarak horisontal yang yang sebanding kepada skala dari peta. ( prinsip ini akan [jadi] dimodifikasi untuk peta [yang] kecil-kecilan dalam berbagai proyeksi
2. peta selektip. hanya berbagai hal ditunjukkan yang (mana) adalah penting untuk kepentingan peta.
3 peta menekankan yakin corak yang terpilih.
4. peta ditandakan. semua corak ditunjukkan oleh lambang yang distandardisasi.
5. peta menyamaratakan detil ruwet disederhanakan. terutama sekali pada [atas] kecil- peta skala

TUGAS DEMOGRAFI

Data penduduk indonesia.


Jumlah penduduk.

Sensus tahun 1990 ada 123 805 052 jiwa
Supas tahun 1995 ada 194 754 808 jiwa
Sensus tahun 2000 ada 203 025 313 jiwa
Supas tahun 2005 ada 218 868 7191 jiwa

Sumber BPS Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar. Data tentang jumlah penduduk dapat diketahui dari hasil Sensus Penduduk (SP). Sensus penduduk yang telah dilakukan selama ini adalah SP 1930, SP 1961, SP 1971, SP 1980, SP 1990, dan yang terakhir adalah Sensus Penduduk 2000. Untuk memenuhi kebutuhan data antara dua sensus, Badan Pusat Statistik melaksanakan Survey Penduduk Antar Sensus (Supas) tiap-tiap tahun yang akhiran dengan angka lima, kecuali Supas 1976. Selama ini telah dilaksanakan Supas 1985, Supas 1995 dan yang terakhir adalah Supas 2005.
Informasi tentang jumlah penduduk serta komposisi penduduk menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan dll. penting diketahui terutama untuk mengembangkan perencanaan pembangunan manusia, baik itu pembangunan ekonomi, sosial, politik, lingkungan dll. yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan manusia.
Bagian ini akan membahas tentang karakteristik penduduk menurut umur dan jenis kelamin, serta karakteristik penduduk menurut persebaran tempat tinggal, dan pertumbuhan penduduk.

Untuk menganalisis implikasi proyeksi penduduk terhadap pembangunan berkelanjutan bidang ekonomi perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana hubungan pertumbuhan penduduk dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi. Hubungan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi sendiri memiliki tiga kemungkinan yakni menghambat, menunjang dan tidak ada hubungan (Birdsall dan Sinding, 2001; Bloom, Canning dan Sevilla, 2003 dalam Pidato Pengukuhan Sri Moertiningsih, 2005). ......

Pertumbuhan penduduk Indonesia pada periode 1971 - 1980 tercatat 2,32 persen pertahun. Angka ini kemudian menurun menjadi 1,97 persen per tahun pada periode 1980-1990 dan menurun lagi menjadi 1,49 persen per tahun pada periode 1990-2000. Penurunan pertumbuhan penduduk tersebut menyebabkan jumlah penduduk menjadi relatif terkendali. Pada tahun 1971 jumlah penduduk Indonesia tercatat 119,2 juta jiwa dan menjadi 205,8 juta jiwa pada tahun 2000.

Turunnya LPP (laju pertumbuhan penduduk) ini tidak terlepas dari keberhasilan Indonesia menurunkan angka kelahiran secara bermakna. Angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) dapat diturunkan dari 5,6 per wanita pada sensus penduduk tahun 1971 menjadi 2,34 per wanita pada sensus penduduk tahun 2000. Namun demikian, bila dicermati dengan memperhatikan latar belakang sosial ekonomi ternyata menunjukkan perbedaan.

SDKI 2002-2003 melaporkan bahwa mereka yang memiliki kesejahteraan terendah memiliki TFR 3,0 per wanita atau lebih tinggi dibanding mereka yang memiliki tingkat kesejahteraan tertinggi yang memiliki TFR 2,2 per wanita.

Penurunan angka kelahiran di Indonesia erat kaitan dengan keber-hasilan program KB meningkatnya prevalensi pemakaian kontrasepsi. Angka prevalensi ber-KB berhasil ditingkatkan dari 26 persen pada tahun 1980 menjadi 57 persen pada SDKI 1997 dan 60,3 persen pada SDKI 2002¬-2003. Pencapaian prevalensi ini di tingkat provinsi cukup beragam yaitu berkisar antara 35 persen di Nusa Tenggara Timur hingga 75 persen di DI Yogyakarta. Penduduk pada hakekatnya dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi asset yang sangat bermanfaat bagi pembangunan, namun sebaliknya penduduk yang besar tapi rendah kualitasnya justru akan menjadi beban yang berat bagi pembangunan.

Berbagai bukti empiris menunjukan bahwa kemajuan suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan bukan oleh sumber daya alamnya. Negara-negara seperti Singapura, Hongkong, Korea, Taiwan, Jepang dan sebagian besar negara-negara maju di dunia dapat dikatakan miskin akan sumber daya alam, tapi mereka dapat berkembang dan maju dengan pesat karena mereka mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi dan tetap melakukan investasi pembangunan yang memadai dalam bidang ini.

Penduduk Indonesia kualitasnya saat ini masih sangat memprihatinkan. Berdasarkan penilaian UNDP, pada tahun 2003 kualitas sumber daya manusia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (human development index) Indonesia mempunyai ranking yang sangat memprihatinkan, yaitu 112 dari 175 negara di dunia. Dalam kaitan ini program kependudukan dan keluarga berencana merupakan salah satu program investasi pembangunan jangka panjang yang mesti dilakukan sebagai landasan membangun SDM yang kokoh di masa mendatang.

Dalam proyeksi tersebut, asumsi fertilitas ditetapkan bahwa secara nasional tahun 2015 sebagai waktu tercapainya NRR=1 atau setara dengan TFR=2,1. Target ini disesuaikan dengan visi keluarga berkualitas BKKBN dan sasaran Millenium Development Goals (MDGs). Setelah TFR mencapai 2,1 maka akan diupayakan konstan sampai dengan tahun 2025. Sebagaimana tingkat nasional, apabila TFR suatu provinsi sudah mencapai TFR=2,1 juga akan diupayakan konstan. Untuk provinsi-provinsi yang saat ini mempunyai TFR di bawah 2,1 maka angkanya akan diturunkan hingga mencapai 1,6. Sementara itu jika suatu provinsi telah memiliki TFR di bawah 1,6 angkanya akan dipertahankan atau diusahakan konstan.

Berkenaan dengan fenomena permasalahan serta hasil proyeksi penduduk hingga 2025 tersebut di atas maka untuk mencoba mengurai beberapa hal yang relevan diantaranya adalah i) meninjau sejauh mana integrasi aspek kependudukan ke dalam paradigma pembangunan berkelanjutan di Indonesia, khususnya di bidang ekonomi, (ii) mengupas pentingnya variabel penduduk dalam konteks perencanaan pembangunan bidang ekonomi meliputi persebaran penduduk, pengangguran, dan penanggulangan kemiskinan serta (iii)) implikasi hasil proyeksi untuk bidang-bidang ketenagakerjaan, dan kemiskinan.

Integrasi Aspek Kependudukan dalam Paradigma Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan

Dalam praktek pembangunan di beberapa negara, setidaknya pada awal pembangunan, umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi.

Peranan sumber daya manusia (SDM) dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai "instrumen" atau salah satu "faktor produksi " saja. Manusia ditempatkan dalam posisi instrumen dan bukan merupakan subjek dari pembangunan. Titik berat pada nilai produksi dan produktivitas

Pemerintah Indonesia telah berhasil melaksanakan program keluarga berencana sejak tahun 1971, yang ditandai dengan penurunan tingkat fertilitas dari 5,6 anak pada tahun-tahun 1970-an menjadi 2,4 anak per wanita menjelang tahun 2000. Sementara itu program kesehatan juga telah mampu meningkatkan derajat kesehatan penduduk Indonesia yang ditandai dengan penurunan tingkat kematian bayi dan peningkatan harapan hidup penduduk Indonesia. Kejadian ini menyebabkan terjadinya transisi demografi dalam jangka waktu lama yang berdampak pada perubahan struktur umur penduduk dan berkurangnya proporsi anak-anak dibawah usia 15 tahun.

Sebelum program KB dilaksanakan, angka ketergantungan penduduk Indonesia adalah 86 anak per 100 penduduk usia kerja. Artinya, pada tahun 1970-an setiap 100 pekerja mempunyai 86 anak yang menjadi tanggungannya. Pada tahun 2000 angka ketergantungan menurun menjadi 55 per 100 penduduk usia kerja. Jadi program KB selama ini telah mampu mengurangi beban penduduk usia kerja untuk menanggung anak-anak.
Jumlah Kelahiran Setiap Tahun Masih Besar
Meskipun tingkat fertilitas sudah menurun, kalau jumlah ibunya besar, sebagai akibat tingkat kelahiran yang tinggi dimasa lalu serta perbaikan kesehatan, maka jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih tetap banyak jumlahnya. Tiap tiap tahun jumlah kelahiran bayi di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta bayi. Di kabupaten atau kota yang masih mempunyai tingkat fertilitas tinggi atau yang KB-nya kurang berhasil, jumlah bayi yang lahir tiap tahunnya akan lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten atau kota yang program KB-nya berhasil menurunkan tingkat fertilitas. Kabupaten atau kota yang masih mempunyai jumlah kelahiran yang besar akan menghadapi konsekuensi pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar atas kelahiran bayi-bayi ini, saat ini dan seterusnya sampai bayi-bayi ini mendapatkan perkejaan dan menjadi Ibu yang melahirkan generasi penerus.

Pengetahuan tentang fertilitas atau kelahiran dan KB serta indikator-indikatornya sangat berguna bagi para penentu kebijakan dan perencana program untuk merencanakan pembangunan sosial terutama kesejahteraan Ibu dan anak.

Penyebab Kematian
Kematian dewasa umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif, kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian. Kematian bayi dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian atas (ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman. Faktor gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular, sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi dan balita di sesuatu daerah.


Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:
• Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.
• Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).
• Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.
• Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.
• Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.
Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah:
• Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup
• Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.
• Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
• Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar