Rabu, 28 April 2010

prinsip pembuatan peta dan demografi

Prinsip membuat peta


skala
pemilihan
symbolisasi
penyamarataan

perbedaan antar[a] peta dan foto

peta di (dalam) gambar 3.1 pertunjukan [adalah] daerah yang sama yang (mana) kita lihat di udara memotret di (dalam) gambar 2.3. area menunjukkan pada [atas] peta lebih besar, peta adalah pada [atas] skala lebih kecil dan diorientasikan dengan cara yang berbeda dibanding angkasa foto, tetapi tidak ada kesukaran di (dalam) mengenali semua corak yang utama [itu]. perbedaan [yang] yang paling nyata adalah [bahwa/yang] foto menunjukkan daerah dalam berbagai keteduhan [dari;ttg] beruban/kelabu, [selagi/sedang] peta adalah hampir semua garis bekerja. edisi peta [yang] yang asli di (dalam) colorr dan tidak bisa direproduksi di sini

ada, bagaimanapun, tambahan lagi perbedaan penting. menonjolkan[lah seperti bangunan dan jalan ditekankan pada [atas] peta, [selagi/sedang] [record/ catatan] kamera secara tidak pandang bulu. pola teladan, [yang] sangat terkemuka sedang mengudara photo,are yang absen pada [atas] peta [itu]. pada sisi lain, batas negeri tidak nampak pada [atas] foto [itu]. rumah dan jalan nampak dalam berbagai dari pada [atas] photo,but [yang] mereka menunjukkan dengan lambang seragam [adalah] peta. bukit, hampir tak kelihatan pada [atas] foto, menonjol dengan terus terang pada [atas] peta melalui penggunaan garis datar/rata. kurva sungai dan bentuk pantai [yang] yang ruwet disederhanakan pada [atas] peta [itu]. kebanyakan corak dinomori pada [atas] peta, berlawanan dengan foto.


meneliti perbedaan antar[a] foto dan peta, kita boleh menyimpulkan beberapa prinsip pokok pembuatan peta.

1. peta diseret masuk suatu skala ditentukan masing-masing corak adalah pleced persisnya di (dalam) . yang propet arah dari titik lainnya pada suatu jarak horisontal yang yang sebanding kepada skala dari peta. ( prinsip ini akan [jadi] dimodifikasi untuk peta [yang] kecil-kecilan dalam berbagai proyeksi
2. peta selektip. hanya berbagai hal ditunjukkan yang (mana) adalah penting untuk kepentingan peta.
3 peta menekankan yakin corak yang terpilih.
4. peta ditandakan. semua corak ditunjukkan oleh lambang yang distandardisasi.
5. peta menyamaratakan detil ruwet disederhanakan. terutama sekali pada [atas] kecil- peta skala

TUGAS DEMOGRAFI

Data penduduk indonesia.


Jumlah penduduk.

Sensus tahun 1990 ada 123 805 052 jiwa
Supas tahun 1995 ada 194 754 808 jiwa
Sensus tahun 2000 ada 203 025 313 jiwa
Supas tahun 2005 ada 218 868 7191 jiwa

Sumber BPS Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar. Data tentang jumlah penduduk dapat diketahui dari hasil Sensus Penduduk (SP). Sensus penduduk yang telah dilakukan selama ini adalah SP 1930, SP 1961, SP 1971, SP 1980, SP 1990, dan yang terakhir adalah Sensus Penduduk 2000. Untuk memenuhi kebutuhan data antara dua sensus, Badan Pusat Statistik melaksanakan Survey Penduduk Antar Sensus (Supas) tiap-tiap tahun yang akhiran dengan angka lima, kecuali Supas 1976. Selama ini telah dilaksanakan Supas 1985, Supas 1995 dan yang terakhir adalah Supas 2005.
Informasi tentang jumlah penduduk serta komposisi penduduk menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan dll. penting diketahui terutama untuk mengembangkan perencanaan pembangunan manusia, baik itu pembangunan ekonomi, sosial, politik, lingkungan dll. yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan manusia.
Bagian ini akan membahas tentang karakteristik penduduk menurut umur dan jenis kelamin, serta karakteristik penduduk menurut persebaran tempat tinggal, dan pertumbuhan penduduk.

Untuk menganalisis implikasi proyeksi penduduk terhadap pembangunan berkelanjutan bidang ekonomi perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana hubungan pertumbuhan penduduk dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi. Hubungan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi sendiri memiliki tiga kemungkinan yakni menghambat, menunjang dan tidak ada hubungan (Birdsall dan Sinding, 2001; Bloom, Canning dan Sevilla, 2003 dalam Pidato Pengukuhan Sri Moertiningsih, 2005). ......

Pertumbuhan penduduk Indonesia pada periode 1971 - 1980 tercatat 2,32 persen pertahun. Angka ini kemudian menurun menjadi 1,97 persen per tahun pada periode 1980-1990 dan menurun lagi menjadi 1,49 persen per tahun pada periode 1990-2000. Penurunan pertumbuhan penduduk tersebut menyebabkan jumlah penduduk menjadi relatif terkendali. Pada tahun 1971 jumlah penduduk Indonesia tercatat 119,2 juta jiwa dan menjadi 205,8 juta jiwa pada tahun 2000.

Turunnya LPP (laju pertumbuhan penduduk) ini tidak terlepas dari keberhasilan Indonesia menurunkan angka kelahiran secara bermakna. Angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) dapat diturunkan dari 5,6 per wanita pada sensus penduduk tahun 1971 menjadi 2,34 per wanita pada sensus penduduk tahun 2000. Namun demikian, bila dicermati dengan memperhatikan latar belakang sosial ekonomi ternyata menunjukkan perbedaan.

SDKI 2002-2003 melaporkan bahwa mereka yang memiliki kesejahteraan terendah memiliki TFR 3,0 per wanita atau lebih tinggi dibanding mereka yang memiliki tingkat kesejahteraan tertinggi yang memiliki TFR 2,2 per wanita.

Penurunan angka kelahiran di Indonesia erat kaitan dengan keber-hasilan program KB meningkatnya prevalensi pemakaian kontrasepsi. Angka prevalensi ber-KB berhasil ditingkatkan dari 26 persen pada tahun 1980 menjadi 57 persen pada SDKI 1997 dan 60,3 persen pada SDKI 2002¬-2003. Pencapaian prevalensi ini di tingkat provinsi cukup beragam yaitu berkisar antara 35 persen di Nusa Tenggara Timur hingga 75 persen di DI Yogyakarta. Penduduk pada hakekatnya dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi asset yang sangat bermanfaat bagi pembangunan, namun sebaliknya penduduk yang besar tapi rendah kualitasnya justru akan menjadi beban yang berat bagi pembangunan.

Berbagai bukti empiris menunjukan bahwa kemajuan suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan bukan oleh sumber daya alamnya. Negara-negara seperti Singapura, Hongkong, Korea, Taiwan, Jepang dan sebagian besar negara-negara maju di dunia dapat dikatakan miskin akan sumber daya alam, tapi mereka dapat berkembang dan maju dengan pesat karena mereka mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi dan tetap melakukan investasi pembangunan yang memadai dalam bidang ini.

Penduduk Indonesia kualitasnya saat ini masih sangat memprihatinkan. Berdasarkan penilaian UNDP, pada tahun 2003 kualitas sumber daya manusia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (human development index) Indonesia mempunyai ranking yang sangat memprihatinkan, yaitu 112 dari 175 negara di dunia. Dalam kaitan ini program kependudukan dan keluarga berencana merupakan salah satu program investasi pembangunan jangka panjang yang mesti dilakukan sebagai landasan membangun SDM yang kokoh di masa mendatang.

Dalam proyeksi tersebut, asumsi fertilitas ditetapkan bahwa secara nasional tahun 2015 sebagai waktu tercapainya NRR=1 atau setara dengan TFR=2,1. Target ini disesuaikan dengan visi keluarga berkualitas BKKBN dan sasaran Millenium Development Goals (MDGs). Setelah TFR mencapai 2,1 maka akan diupayakan konstan sampai dengan tahun 2025. Sebagaimana tingkat nasional, apabila TFR suatu provinsi sudah mencapai TFR=2,1 juga akan diupayakan konstan. Untuk provinsi-provinsi yang saat ini mempunyai TFR di bawah 2,1 maka angkanya akan diturunkan hingga mencapai 1,6. Sementara itu jika suatu provinsi telah memiliki TFR di bawah 1,6 angkanya akan dipertahankan atau diusahakan konstan.

Berkenaan dengan fenomena permasalahan serta hasil proyeksi penduduk hingga 2025 tersebut di atas maka untuk mencoba mengurai beberapa hal yang relevan diantaranya adalah i) meninjau sejauh mana integrasi aspek kependudukan ke dalam paradigma pembangunan berkelanjutan di Indonesia, khususnya di bidang ekonomi, (ii) mengupas pentingnya variabel penduduk dalam konteks perencanaan pembangunan bidang ekonomi meliputi persebaran penduduk, pengangguran, dan penanggulangan kemiskinan serta (iii)) implikasi hasil proyeksi untuk bidang-bidang ketenagakerjaan, dan kemiskinan.

Integrasi Aspek Kependudukan dalam Paradigma Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan

Dalam praktek pembangunan di beberapa negara, setidaknya pada awal pembangunan, umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi.

Peranan sumber daya manusia (SDM) dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai "instrumen" atau salah satu "faktor produksi " saja. Manusia ditempatkan dalam posisi instrumen dan bukan merupakan subjek dari pembangunan. Titik berat pada nilai produksi dan produktivitas

Pemerintah Indonesia telah berhasil melaksanakan program keluarga berencana sejak tahun 1971, yang ditandai dengan penurunan tingkat fertilitas dari 5,6 anak pada tahun-tahun 1970-an menjadi 2,4 anak per wanita menjelang tahun 2000. Sementara itu program kesehatan juga telah mampu meningkatkan derajat kesehatan penduduk Indonesia yang ditandai dengan penurunan tingkat kematian bayi dan peningkatan harapan hidup penduduk Indonesia. Kejadian ini menyebabkan terjadinya transisi demografi dalam jangka waktu lama yang berdampak pada perubahan struktur umur penduduk dan berkurangnya proporsi anak-anak dibawah usia 15 tahun.

Sebelum program KB dilaksanakan, angka ketergantungan penduduk Indonesia adalah 86 anak per 100 penduduk usia kerja. Artinya, pada tahun 1970-an setiap 100 pekerja mempunyai 86 anak yang menjadi tanggungannya. Pada tahun 2000 angka ketergantungan menurun menjadi 55 per 100 penduduk usia kerja. Jadi program KB selama ini telah mampu mengurangi beban penduduk usia kerja untuk menanggung anak-anak.
Jumlah Kelahiran Setiap Tahun Masih Besar
Meskipun tingkat fertilitas sudah menurun, kalau jumlah ibunya besar, sebagai akibat tingkat kelahiran yang tinggi dimasa lalu serta perbaikan kesehatan, maka jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih tetap banyak jumlahnya. Tiap tiap tahun jumlah kelahiran bayi di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta bayi. Di kabupaten atau kota yang masih mempunyai tingkat fertilitas tinggi atau yang KB-nya kurang berhasil, jumlah bayi yang lahir tiap tahunnya akan lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten atau kota yang program KB-nya berhasil menurunkan tingkat fertilitas. Kabupaten atau kota yang masih mempunyai jumlah kelahiran yang besar akan menghadapi konsekuensi pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar atas kelahiran bayi-bayi ini, saat ini dan seterusnya sampai bayi-bayi ini mendapatkan perkejaan dan menjadi Ibu yang melahirkan generasi penerus.

Pengetahuan tentang fertilitas atau kelahiran dan KB serta indikator-indikatornya sangat berguna bagi para penentu kebijakan dan perencana program untuk merencanakan pembangunan sosial terutama kesejahteraan Ibu dan anak.

Penyebab Kematian
Kematian dewasa umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif, kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian. Kematian bayi dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian atas (ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman. Faktor gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular, sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi dan balita di sesuatu daerah.


Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:
• Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.
• Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).
• Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.
• Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.
• Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.
Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah:
• Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup
• Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.
• Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
• Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.

geo transportasi

PENDAHULUAN
Mulai dari buku pengantar di sekolah dasar sampai buku-buku ensiklopedia berbahasa asing kita dapat dengan mudah memperoleh berbagai informasi tentang Indonesia. Seluruh dunia tahu bahwa Indonesia merupakan negara besar yang tersusun dari lebih 17 ribu pulau kecil dan besar, baik yang sudah memiliki nama maupun yang belum. Luas wilayah Indonesia termasuk ZEE yang mencapai 7,7 juta km persegi, dengan perbandingan luas lautan dan daratannya adalah 3:1 sudah kita hapal di luar kepala.
Walaupun UUD 1945 telah menyebutkan bahwa wilayah nasional meliputi darat, laut dan udara, namun wilayah udara yang memiliki ruang terluas nyaris luput dari perhatian [Kompas, 8 Desember 2003]. Penyebab utamanya adalah karena wilayah udara dipandang tidak memiliki sumber daya yang bisa dijual untuk dikelola pihak asing. Tidak seperti Ambalat misalnya yang ditaksir menyimpan kekayaansebesar Rp. 4.200 triliun [www.mail-archive.com/undip@pandawa.com/msg04514.html], sehingga wajar bila mendapat perhatian lebih.
Padahal sejatinya wilayah udara ini memiliki banyak sekali intangible potention, baik itu positif maupun sebaliknya negatif yang dapat muncul apabila tidak ditangani dengan benar. Wilayah udara nasional adalah aset negara yang sangat berharga dan memiliki nilai strategis di bidang ekonomi dan pertahanan keamanan. Salah satu potensi positif terbesarnya adalah kegunaan ruang udara sebagai media transportasi.
Kemampuan transportasi udara yang dapat menempuh ribuan mil dalam hitungan detik serta daya jelajahnya yang mampu mencapai seluruh tempat memang sangat dibutuhkan oleh Indonesia yang memiliki wilayah sangat luas dan berpencar-pencar dalam bentuk kepulauan. Berangkat dari hal inilah penulis akan membahas peran transportasi udara dalam integrasi nasional Indonesia, dimana lebih spesifik membahas perannya dalam menjaga dan mengembangkan wilayah perbatasan termasuk didalamnya pulau-pulau terluar Indonesia.








PEMBAHASAN
Transportasi udara adalah cara paling efisien dan praktis serta cepat dalam kegiatan transportasi Sebagaimana transportasi pada umumnya, transportasi udara mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai unsur penunjang (servicing sector) dan unsur pendorong (promoting sector) [Abubakar, 2000]. Peran transportasi udara sebagai unsur penunjang dapat dilihat dari kemampuannya menyediakan jasa transportasi yang efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan sektor lain, sekaligus juga berperan dalam menggerakan dinamika pembangunan. Apa itu transportasi udara? Pesawat, Helikopter, dan apapun yang bisa terbang menggunakan mesin dan membawa kita ke satu titik dari titik yang lain bisa disebut transportasi udara
Ketika berbicara tentang perbatasan mungkin yang teringat oleh kita hanyalah permasalahan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan atau perseteruan di blok Ambalat yang sedang hangat-hangatnya. Padahal sebenarnya masalah perbatasan lainnya juga sudah menumpuk dan telah menjelma menjadi bom waktu yang siap meledak apabila tidak segera ditangani dengan serius. Hal ini disebabkan secara fisik Indonesia merupakan negara terbesar kelima di dunia dan berbatasan secara langsung di laut dengan 10 negara tetangga, dan di darat dengan 3 negara tetangga. Tentu saja kita tidak boleh lupa kalau ini berarti di udara kita berbatasan dengan 13 negara atau bahkan mungkin lebih.
Indonesia di darat berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini dan Timor Larose. Walaupun sudah terdapat peraturan-peraturan dan kesepakatan bersama menyangkut batas darat ini, akan tetapi sampai saat ini masih ada saja permasalahan-permasalahan yang muncul. Salah satunya adalah masalah kaburnya perbatasan dengan Malaysia di Pulau Kalimantan akibat dirusaknya patok-patok batas, sehingga ratusan hektar wilayah kita masuk menjadi wilayah Malaysia [Waluyo, 2005].
Sedangkan untuk wilayah laut yang berbatasan dengan 10 negara, kondisinya lebih ironis, dimana baru sebagian kecil saja batas laut yang telah ditegaskan. Sebagian perbatasan yang telah dibahas antara lain adalah dengan Malaysia, Singapura, Australia, PNG, Thailand dan India [Tarmansyah, 2003]. Menurut data dari Departemen Kelautan dan Perikanan, Indonesia memiliki 92 pulau terluar yang tersebar di 19 provinsi. Sebanyak 67 pulau di antaranya berbatasan langsung dengan negara lain dan 12 pulau di antaranya rawan diklaim oleh negara lain [Husodo, 2005].
Kondisi demografi daerah perbatasan juga sangat memprihatinkan, dimana sebagian daerah perbatasan Indoensia tidak berpenghuni sehingga sangat rawan untuk dicaplok diam-diam oleh pihak asing. Selain itu keadaan ini menjadikan gangguan dari luar seperti penyelundupan barang-barang yang dilindungi sampai obat bius dan senjata api sangat rawan terjadi.
Kawasan-kawasan yang berpenghuni pun tidak luput dari berbagai masalah. Seperti yang terjadi di Kalimantan, dimana kemiskinan akibat keterisolasian kawasan menjadi pemicu tingginya keinginan masyarakat setempat menjadi pelintas batas ke Malaysia. Hal ini sangat manusiawi apabila melihat perbatasan negara tetangga tersebut telah dikelilingi oleh jalan hotmix yang mulus, dengan lampu jalan yang terang benderang, dan pendapatan penduduk yang cukup tinggi serta bangunan yang teratur layaknya sebuah kota [Hamid , 2002].
Menyadari kenyataan tersebut maka untuk menangani masalah perbatasan ini tidak cukup hanya dengan mengandalkan pendekatan keamanan (security approach), tetapi juga harus ditunjang dengan pendekatan kesejahteraan dan pembangunan (prosperity/ development approach). Salah satu solusinya adalah ketersediaan transportasi udara yang tepat dan dikelola dengan baik sehingga dapat berfungsi maksimal sebagai sarana penghubung, katalis pembangunan dan sekaligus sebagai media penunjang keamanan dan integrasi bangsa.

Pendapat selama ini yang mengatakan bahwa biaya yang dikeluarkan apabila menggunakan transportasi udara sangat besar, saat ini sudah terjawab dengan munculnya maskapai-maskapai baru yang menawarkan layanan transportasi udara yang prima dengan harga yang sangat kompetitif. Malahan apabila dilihat dari teori ekonomi fakta yang muncul bisa sebaliknya. Hal ini dikarenakan transportasi udara khususnya pesawat terbang mampu memberikan nilai tambah berupa kecepatan, sehingga memungkinkan peredaran uang yang lebih cepat dan tentunya hal ini berarti.penekanan.biaya.produksi[www.flytrain.web.id/index.php?lang=indo].
Sedangkan sebagai unsur pendorong, transportasi udara juga sudah terbukti mampu menjadi jasa transportasi yang efektif untuk membuka daerah terisolasi dan juga melayani daerah-daerah dan pulau-pulau terpencil. Tersedianya transportasi yang dapat menjangkau daerah pelosok termasuk yang ada di perbatasan sudah pasti dapat memicu produktivitas penduduk setempat, sehingga akhirnya akan meningkatkan penghasilan seluruh rakyat dan tentunya juga pendapatan pemerintah.
Perkembangan pembangunan di daerah perbatasan secara tidak langsung akan menciptakan mutiplier effect yang positif, seperti pemerataan penduduk, penciptaan lapangan kerja baru serta stabilitas dan keutuhan wilayah. Kita seharusnya dapat belajar dari pengalaman pahit lepasnya P. Sipadan dan P. Ligitan ke tangan Malaysia. Dari penjelasan media diketahui bahwa ICJ/MI dalam mengambil keputusan akhir mengenai status kedua pulau tersebut ternyata tidak menggunakan materi hukum umum yang diajukan oleh Indonesia maupun Malaysia. Kaidah yang digunakan adalah dengan menggunakan kriteria pembuktian lain, yaitu continuous presence, effective occupation, maintenance and ecology preservation. Kemenangan Malaysia dikarenakan kedua pulau tersebut secara lokasi memang tidak begitu jauh dari Malaysia dan ditambah lagi dengan adanya fakta bahwa Malaysia telah membangun beberapa prasarana pariwisata di kedua pulau tersebut [Djalal, 2003]
Adapun peran langsung transportasi udara dalam masalah pertahanan dan keamanan juga sangat banyak. Salah satunya adalah digunakannya radar penerbangan sipil untuk membantu radar militer yang saat ini belum mampu mengawasi seluruh wilayah udara Indonesia. Selain itu, walaupun masih diperdebatkan tetapi secara teori memungkinkan pesawat sipil untuk memiliki fungsi ganda sebagai alat transportasi biasa dan sekaligus sebagai pesawat pengintai atau patroli tidak tetap. Frekuensi penerbangan pesawat sipil yang sangat tinggi dapat dimamfaatkan untuk melaporkan keadaan udara, bahkan darat dan laut.
Macam dan jenis transportasi udara
a.pesawat
b.halikopter
c,balon udara
d,parasut

dari transportasi udara diatas jenisnya pesawat adalah yang paling mendominasi transportasi udara dansudah menjadi kegiatan komersial contoh masakapai penerbangan
1.garuda
2.merpati
3.batavia
4 mandala
5.sriwijaya
Contoh bandara di Indonesia
1.soekarno hatta
2.sentani
3.adi sucipto
4.adi soemarmo
5 polonia
Diatas adalah contoh alat trasnportasi udara yaitu pesawat dan bandara bandara yang ada di indonesia
Manfaat transportasi udara
1.akan lebih cepat dibandingkan transportasi laut dan darat
2,lebih nyaman untuk para penumpangkarean biasanya di gunakan orang-orang yang menengah ke atas
Kerugianya
1.lebih mahal sehingga membutuhkah uang lebih
2kemananya lebih riskan apabila terjadi suatu kecelakaan.
Peran transportasi udara yang sangat besar ini tentu saja hanya dapat diperoleh dengan dukungan berbagai pihak. Sudah saatnya transportasi udara menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan pelayanan prasarana transportasi dan komunikasi di daerah-daerah perbatasan. Penulis yakin bahwa banyak investor yang dalam hal ini pengusaha transportasi udara yang berminat membuka jalur penerbangannya ke daerah-daerah perbatasan apabila faktor kebutuhannya juga tersedia.
Faktor kebutuhan yang dimaksud disini sudah pasti adalah tersedianya lapangan terbang yang memadai serta berjalannya kegiatan ekonomi atau lainnya seperti pariwisata yang memungkinkan adanya kebutuhan transportasi dari dan ke daerah tersebut. Dan yang tidak kalah penting adalah kemauan pemerintah sebagai pengambil keputusan untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tepat menyangkut transportasi udara. Seluruh potensi high cost economy di sektor transportasi udara harus dievaluasi dan dibenahi. Karena kalau tidak, maka percuma saja langkah efisiensi yang mati-matian dilakukan oleh pelaku usaha (Pikiran Rakyat, 28 Juli 2003).
Selain itu perlu juga dikaji dan diteliti kemungkinan lain berupa inovasi-inovasi dalam transportasi udara. Inovasi disini tidak hanya menyangkut pembuatan pesawat sebagaimana yang dilakukan oleh IPTN, namun lebih luas dari itu termasuk juga didalamnya adalah pembuatan roadmap penerbangan dalam negeri yang dapat menciptakan efisiensi dan keteraturan penerbangan nasional. Dalam hubungannya dengan daerah-daerah perbatasan dapat juga dilakukan pengkajian secara ekonomi untuk menggunakan sarana transportasi udara alternatif seperti misalnya seaplane atau yang lebih dikenal dengan pesawat amphibi untuk transportasi dari dan ke pulau-pulau kecil.


KESIMPULAN
Dengan memprioritaskan tranportasi udara bukan berarti kita melupakan sejarah bahwa kita adalah bangsa pelaut yang besar dan menjadi besar karena memiliki pelaut-pelaut yang tangguh. Perlu dicermati bahwa para pendahulu kita dapat dikatakan terdepan dalam teknologi transportasi pada masanya yang memang pada saat itu berada dalam era maritim. Namun saat ini tidak dapat disangkal lagi kalau merupakan era dari transportasi udara.
Tentunya kita juga tidak akan mengabaikan transportasi-tranportasi lain, yang dalam hal ini adalah transportasi darat dan laut. Solusi paling bijak harus dicari agar tidak ada pihak yang dirugikan, salah satunya adalah dengan redesign jalur-jalur transportasi agar dapat saling menunjang dan tidak sebaliknya saling menjatuhkan. Tetapi satu yang pasti adalah kita harus dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi termasuk dalam bidang transportasi udara agar dapat menjaga dan memelihara apa yang telah diwariskan oleh para pendahulu kepada kita. Perkembangan angkutan udara di indonseia memqang terus berkembang tapi disayangkanmasih terjadi banyak kecelakaan transportasi udara sehingga perlu ditingkatkan pelayanan dalam transportasi udara ini.supaya di masa yang akan datan transportasi udara di Indonesia akan semakin berkembang dan kemajuan bangsa bisa erccita terimakasih.




Daftar Pustaka
• 1. Abubakar I., 2000, Pengembangan Transportasi Darat Nasional Memasuki Milenium Ketiga, Disampaikan pada Seminar Sehari Sekolah Tinggi Manajemen Transport Trisakti Jakarta, 26 Januari 2000
• 2. Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Strategi Dan Konsepsi Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara, Bahan Rapat Kebijakan dan Program Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perbatasan, Bappenas, 8 Agustus 2002
• 3. Djalal H., 2003, Penyelesaian Sengketa Sipadan Ligitan, Interpelasi ?, SK Kompas, Jakarta, 13 Januari 2003
• 4. Hamid, 2002, Pengembangan Kawasan Perbatasan Kalimantan, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol.4, No.4 (Juli 2002), hal. 30-41 /HUMAS- BPPT/ANY
• 5. Http://www.flytrain.web.id/index.php?lang=indo
• 6. Husodo S. Y., 2005, Rapuhnya Perbatasan Wilayah NKRI, SK Kompas, Jakarta, 25 April 2005
• 7. SK Kompas, Indonesia Belum Miliki Batas Ruang Udara, Jakarta, 8 Desember 2003
• 8. SK Pikiran Rakyat, Buruk Rupa Wajah Transportasi Kita, Bandung, 18 Desember 2004